![]() |
Danau Linow yang terletak di Tomohon Sulawesi Utara memiliki keunikan yaitu warna airnya dapat berubah-ubah. |
KOMPAS Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014. Penjelajahan dengan sepeda di tanah Sulawesi ini berlangsung pada pertengahan hingga akhir Agustus 2014 dengan menjalani 14 etape melewati 23 kabupaten/kota di 4 propinsi di tanah Sulawesi. Bagi saya pribadi ikut menjadi bagian dari kegiatan ini selain merupakan pengalaman yang berharga juga menjadi catatan bersejarah dalam perjalanan hidup saya ini. Bersejarah karena ini kali pertama saya menginjakan kaki di Pulau Sulawesi dan melakukan gowes yang dilakukan selama 2 minggu di perjalanan.
Sejak start di kawasan Boulevard Kota Manado hingga menyentuh finish di Monumen Mandala Kota Makassar tidak ada hentinya suguhan keindahan Pulau Sulawesi yang dinikmati oleh seluruh peserta termasuk saya salah satu diantaranya. Menikmati keindahan alam sulawesi merupakan anugerah yang sangat luar biasa karena bisa merasakan betapa indahnya ciptaan Allah Sang Maha Penguasa Alam. Semua ciptaan Sang Khalik dapat dinikmati ulai dari keindahan pantai, penggungan bukit, gunung, sungai, hutan, hingga keindahan seni dan budaya masyarakat Toraja. Untuk menggapai itu semua adalah dengan menelusuri jalan trans-Sulawesi. Trans-Sulawesi tidak melulu jalan yang datar tetapi mayoritas dengan jalan menanjak dan sudah pasti ada jalan menurun. Jalan beraspal dan beton harus dilalui karena untuk merasakan dan menikmati keindahan Sulawesi harus ada usaha yang harus dilakukan dengan didukung oleh kekuatan niat yang kuat. Meskipun tidak semua jalab beraspal di trans-Sulawesi bagus dan mulus karena masih ada di beberapa titik yang rusak atau dalam tahap perbaikan. Bukan hanya keindahan alam dan kontur jalan yang dapat dinikmati tetapi ada ekstra bonus yang didapati ketika ikut menjadi bagian dari rombongan pesepeda yang menelusuri trans-Sulawesi selama 14 hari. Ekstra Bonus tersebut adalah dapat mengunjungi lokasi yang memeiliki nilai sejarah yang terdapat di Sulawesi mulai dari utara hingga selatan. Dikatakan sebagai ektra bonus karena sebelum keberangkatan menjelajahi Pulau Sulawesi sedang antusias gowes mengunjungi lokasi bersejarah di wilayah Tangerang dan sekitarnya.
Tepat Senin pagi (18/8) etape pertama Manado-Amurang pada penjelajahan di Sulawesi dimulai. Selepas start di kawasan Mega Mas Kota Manado medan menanjak langsung dijalani pesepeda bisa disebut sebagai sarapan di awal penjelajahan. Di jalur menanjak yang landai dan berkelok disertai dengan rindangnya pepohonan di tepi jalan menuju Kota Tomohon tersebut terdapat lokasi yang patut untuk disinggahi. Pada jarak 9 km sejak start tepatnya ketika memasuki wilayah Lotak, Peneleng, Minahasa, di daerah tersebut terkubur jasad pahlawan nasional asal Sumatera Barat. Di situ lah letak makam pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol. Pahlawan nasional yang berasal dari Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat itu meninggal dalam pengasingan setelah berhasil ditangkap Kolonial Belanda. Mungkin tidak banyak rekan-rekan lainnya yang melihat papan petunjuk lokasi tersebut karena sedang semangatnya untuk menelusuri jalan menanjak untuk sampai ke di kantor Pertamina Geothermal Energy Area Lahendong, Tomohon. Tidak berhasilnya untuk singgah di makam Tuanku Imam Bonjol menimbulkan perasaan menyesal karena melewatkan begitu saja kesempatan untuk singgah di tempat bersejarah di tanah Sulawesi. Mungkin karena ini tidak dijadwalkan makanya tidak disinggahi. Dalam hati meyakinkan bahwa akan ada lagi lokasi-lokasi bersejarah yang lainnya. Lokasi bersejarah pertama sudah terlewati pasti akan ada lokasi berikutnya yang tak kalah bersejarahnya. Sejak itu saya meyakini bahwa jelajah ini menjadi gowes sejarah karena akan melalui lokasi-lokasi yang mempunyai nilai sejarah.
![]() |
Lokasi start di kawasan Boulevard Kota Manado dengan latar belakang Gunung Manado Tua. |
Kesempatan pertama untuk melihat lokasi yang bernilai sejarah ketika rombongan jelajah sepeda singgah di kantor Hukum Tua Ongkaw Dua, Kecamatan Sinon Sayang, Kabupaten Minahasa Selatan. Ongkaw Dua berjarak 36 km dari kantor Kabupaten Minahasa Selatan. perjalanan ini merupakan hari kedua penjelajahan di Sulawesi untuk menempuh etape Amurang ke Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow. Dari jalan trans-Sulawesi rombongan di belokan ke kanan masuk ke permukiman dengan tujuan adalah kantor hukum tua. Ketika rombongan pesepeda mendekati kantor hukum tua karena penyambutan warga yang meriah maka posisi monumen tertutup dengan barisan warga yang berdiri menyambut. Baru saya ketahui bahwa terdapat sebuah monumen ketika mulai melihat situasi sekitar kantor hukum tua. Monumen tersebut berupa patung seorang prajurit TNI dengan berseragam lengkap dan memegang senapan di tangan kiri. Tepatnya letak monumen tersebut di sisi kanan kantor hukum tua dengan jalan sebagai pemisah. Di tugu tersebut tertulis "Monumen Pahlawan Letkol A.G. Lembong Gugur 23 Januari 1950 di Bandung Korban APRA Jawa Barat." Kenapa monumen tersebut didirikan di Onkaw Dua karena ternyata A.G. Lembong adalah putra dari Ongkaw Dua. Oleh karena itu, monumen ini berada di sana untuk memperingati perjuangannya selama menjadi prajurit Siliwangi. Senang rasanya ketika bisa melihat sebuah monumen peringatan setelah sehari sebelumnya gagal. Selain itu juga bangga atas didirikannya monumen tersebut karena dibangun untuk memberikan penghargaan atas perjuangan putra terbaik Ongkaw Dua pada masa kemerdekaan.
![]() |
Monumen mengenang perjuangan Letkol A.G. Lembong di Desa Ongkaw Dua, Sinon Sayang, Minahasa Selatan |
Senang rasanya dapat singgah di lokasi bersejarah berikutnya dalam penjelajahan bersepeda ini. Memasuki hari keempat dengan mengambil start di alun-alun Kota Boroko, Bolaang Mongondow Utara dengan tujuan akhir Kota Gorontalo. Ternyata lokasi start berhadapan langsung dengan bangunan yang unik dan beda dengan bangunan lainnya. Bahkan setelah sampai di alun-alun dalam perjalanan dari hotel menuju titik start, pesepeda menyempatkan untuk singgah mengabadikan diri bersama sepedanya untuk berfoto ria di pagar depan bangunan itu. Nama bangunan tersebut dengan mudah diketahui dari papan namanya yang tertulis Lokasi Situs Komalig R.S Pontoh Kaidipang Besar Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Sulawesi Utara Selain letaknya yang berhadapan dengan alun-alun Kota Boroko juga terdapat di jalur trans-Sulawesi yang menghubungkan Kota Manado dengan Kota Gorontalo sehingga keberadaannya sangat mudah untuk dijumpai dan dijangkau dengan perjalanan darat. Hanya sayangnya papan petunjuk menuju lokasi belum ada yang ada hanya nama pengenal di lokasi. Objek wisata ini berupa istana Kerajaan Kaidipang Besar dengan bagian depannya terdapat taman istana yang ditumbuhi pohon dan rerumputan. Istana ini dibangun oleh Ram Suit Pontoh, Raja Kaidipang Besar. Kunikan dari bangunan istana ini terbuat dari kayu dengan ornamen khas. Kegiatan yang masih dilakukan adalah acara penyambutan tamu dengan Tari Giomu dan pemainan kolintang jika ada acara kerajaan berupa pernikahan maupun kematian keluarga kerajaan.
![]() |
Situs Komalig RS Pontoh Kaidipang Besar di Bolaang Mongondow Utara |
Kesempatan untuk menambah pengalaman mengunjungi lokasi bersejarah bertambah lagi. Memasuki hari kelima dalam menjelajah tanah Sulawesi saat menjalani etape Kota Gorontalo menuju Marisa (Pohuwatu) iringan pesepeda menghentikan kayuhannya setelah berjalan sejauh 15 km tepatnya berada di tepian sisi selatan Danau Limboto. Lokasi itu masuk ke dalam wilayah Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. Awalnya sempat bergumam kenapa berhenti ketika kayuhan kaki semua pesepeda sudah menemukan ritme yang sama. Barulah diketahui setelah membaca papan nama yang bertuliskan Museum Pendaratan Ampibi Soekarno. Dari petugas yang menjaga museum didapat informasi bangunan dengan ukuran 15x15 m yang terletak di tepian danau ini dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda (1936). Tahun 1950 Soekarno ketika malakukan kunjungan ke Gorontalo dengan menggunakan pesawat ampibi dan mendarat di Danau Limboto. Pesawat ampibi tersebut dipiloti oleh Wiweko Supono. Kala itu, pesawat ampibi masih bisa melakukan pendaratan dan berlabuh di Danau Limboto yang memiliki pantai pasir putih juga mempunyai debitnya air yang memungkinkan. Rumah ini akhirnya ditetapkan sebagai Cagar Budaya/Situs Rumah Pendaratan Soekarno oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Gorontalo. Pada 29 Juni 2002, rumah tersebut direnovasi yang kemudian diresmikan sebagai museum oleh Presiden RI yang kelima, Megawati Soekarnoputri. Di museum ini terdapat foto dokumentasi yang mengambarkan kedatangan Presiden Pertama RI, Soekarno ke Gorontalo. Selain dokumentasi juga terdapat barang-barang kuno dan bersejarah yang tersimpan hingga kini. Tak jauh dari lokasi museum, sekitar 2 km terdapat sebuah benteng yang merupakan bagian dari sejarah Gorontalo yaitu Benteng Otanaha. Hanya saja karena keterbatasan waktu maka rombongan peserta jelajah sepeda tidak sempat singgah di benteng tersebut. Kembali lagi untuk kedua kalinya melewatkan kesempatan untuk singgah di lokasi bersejarah.
![]() |
Museum Pendaratan Ampibi Soekarno, Desa Iluta, Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo. |
Tak terasa sudah melalui jalan trans-Sulawesi selama sembilan hari. Akhir dari perjalanan di hari kesepuluh adalah di Kota Palopo, Sulawesi Selatan. Beberapa meter sebelum sampai di garis finis di Platinum Hotel tepatnya di sudut jalan pertemuan antara Jalan Ahmad Yani dengan Jalan Andi Djemma terdapat bangunan masjid yang menarik saat melihatnya. Nampak sekali bangunan masjid itu sudah sangat berumur alias tua usia bangunannya. Kesempatan untuk menyambangi masjid datang ketika adzan Maghrib dikumandangkan sebagai tanda masuknya waktu sholat. Setelah melaksanakan sholat maghrib berjamaah barulah melihat ornamen-ornamen yang terdapat di bagian dalam masjid. Dari sebuah papan silsilah dan informasi barulah diketahui usia dan struktur bangunan masjid. Nama resmi dari masjid tersebut adalah Masjid Djami’ Toea Palopo-Loewoe yang didirikan tahun 1604 masehi oleh Fung Man Te. Masjid Palopo merupakan masjid kerajaan yang didirikan ketika Kerajaan Luwu sedang dalam masa kejayaannya. Seorang peserta dari Jakarta yang berdarah Makassar mengatakan belum sah kalau datang ke Palopo jika tidak sholat di Masjid Palopo dan bila sudah sholat di masjid tersebut maka akan datang kembali ke Palopo. Bahkan di masyarakat ada yang menyebutkan belum resmi ke kota Palopo jika belum menyentuh tiang utama Masjid Djami' Toea Palopo yang terbuat dari pohon Cinaduri dan dinding tembok yang menggunakan bahan campuran dari putih telur. Arsitektur nasjid ini memiliki keunikan karena memiliki empat unsur yaitu Bugis, Jawa, Hindu, dan Islam. Ada satu situs sejarah yang berada di Kota Palopo yaitu Istana Datu Luwu. Istana yang di bagian depannya berdiri tugu badik berdiri dengan megah dikelilingi kolam teratai. Istana yang terletak di Jalan Andi Tanripadang. Keterbatasan waktu jualah ketika singgah di Kota Palopo sehingga tidak sempat mengunjungi istana tersebut.
Masjid Djami' Toea Palopo |
![]() |
Benteng Fort Rotterdam sebelum direbut Kolonial Belanda bernama Benteng Ujung Pandang |
Bagi saya ini menjadi kenangan dan pengalaman yang berharga ketika dapat singgah dan merasakan berbagai lokasi yang bersejarah atau mengandung nilai sejarah selama mengikuti jelajah sepeda di tanah Sulawesi. Meski hanya singgah sesaat dan sedikit informasi yang di dapat ketika berada di lokasi. Info lengkapnya baru didapat ketika sudah kembali ke rumah. Ternyata masih terdapat beberapa lokasi yang tidak sempat disinggahi seperti Gua Jepang di Tomohon dan Monumen Pongtiku di Rantepao, Toraja. Padahal posisi rombongan ketika melakukan regrouping di Tomohon adalah berjarak 3,6 km. Satu lagi peristiwa penting yang terlewati yaitu saat melintasi garis khatulistiwa. Posisi saat melintasi garis khatulistiwa berada di lautan sehingga penanda titik 0 derajat tersebut tidak berbentuk tugu. Saat melintasi ketika sedang berada di KMP Cengkih Afo saat menyebrangi Teluk Tomini maka yang mengetahui hanya para awak kapal. Saya melewatkannya begitu saja karena dalam pelayaran tersebut guncangan kapal sangat sering akibat ombak membuat mabuk laut padahal sejak keberangkatan sudah masuk dalam agenda perjalanan. Alangkah baiknya sebelum memulai perjalanan lakukan penyusunan daftar lokasi bersejarah yang dapat disinggahi di sepanjang jalur yang akan dilalui. Tidak ada penyesalan meskipun telah terlewati beberapa lokasi bersejarah yang lainnya. Semoga lain waktu saya dapat singgah di lokasi yang terlewatkan selama 14 hari di tanah Sulawesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar