Jumat, 02 Januari 2015

Bermalam Tahun Baru Hijriah di Cianjur

Suasana lobi Green Costel, Cianjur, tempat kami bermalam di Cianjur pada malam pergantian tahun Hijriah.

Mulai tahun ajaran 2014-2015 putri kedua kami, Daneesa, memiliki aktivitas luar rumah yang rutin dari Senin-Jumat yaitu mulai masuk sekolah taman kanak-kanak. Berarti waktu interaksi saya dengannya menjadi berkurang. Rutinitas waktu kerja saya yang bekerja di Harian Olah Raga BOLA dimulai dari sore hingga selesai waktu tenggat menjelang tengah malam sehingga memiliki waktu yang banyak untuk berinteraksi dengan kedua putri kami di pagi hari. Oleh karena itu, saya dan istri selalu menyiapkan agenda kegiatan bersama anak-anak di akhir pekan dengan kegiatan yang bermanfaat dan bernilai pengetahuan. Misalnya dengan mengunjungi museum-museum yang terdapat di Jakarta maupun lokasi-lokasi yang memiliki nilai sejarah. Jika berkunjung ke daerah lain pun, kami akan mencari info-info lokasi bersejarah, museum, atau bangunan yang menjadi ciri khas daerah itu karena pastinya kami datangi. Terpenting buat kami adalah kualitas bersama anak-anak.

Ketika ada libur dalam rangka Tahun Baru Hijriah di akhir pekan terakhir Oktober, kami memutuskan untuk mengajak kedua putri kami untuk merasakan nikmatnya naik kereta api. Kereta api jalur Bogor-Sukabumi-Bogor yang kami pilih karena jalur perjalanannya yang indah untuk dinikmati dengan diapit gunung dan hamparan sawah di kanan-kiri rel. Pesan tiket sudah mudah dilakukan dengan menggunakan fasilitas  KAI Access dari telepon pintar lalu bayar di minimarket. Selesai melakukan pembayaran maka akan mendapatkan tiket dari KAI yang harus dicetak sebelum keberangkatan. Sudah sangat mudah untuk membeli tiket kereta dengan adanya teknologi internet.

Libur Tahun Baru Hijriah jatuh pada hari Sabtu (25 Oktober), buat saya yang bekerja di media cetak harian maka sehari sebelum hari libur, Jumat (24 Oktober), adalah hari libur buat saya. Selanjutnya, istri saya memutuskan untuk mengambil cuti sehari di Hari Jumat. Putri kedua kami saja yang masih sekolah pada hari Jumat tersebut, putri pertama kami libur karena ada pembagian hasil ulangan tengah semester. Kami pun menjemput putri kedua kami di sekolahnya kemudian langsung menuju Stasiun Bogor untuk memarkirkan kendaraan di area parkiran stasiun. Letak stasiun kereta Commuter Line dengan stasiun Kereta Api Pangrango yang menuju ke Sukabumi-Cianjur letaknya berbeda. Stasiun Bogor Paledang yang menjadi tujuan kami, stasiun ini dibangun sejak dioperasikan kembali kereta jalur Bogor-Sukabumi yang sempat mati sejak KRD Bumi Geulis berhenti beroperasi. Pukul 13.00 WIB, kami berempat sudah sampai di stasiun Bogor Paledang. Suasana sangat ramai oleh calon penumpang kereta api Siliwangi. Sayangnya fasilitas pendukung stasiun masih jauh dari layak yaitu peronnya tidak terdapat kursi calon penumpang dan atap penutup dari terpaan sinar matahari.


Arah datang menuju pintu masuk Stasiun Bogor Paledang dan situasi dalam stasiun yang belum didukung dengan fasilitas penumpang yang memadai. 

Perjalanan KA Pangrango hanya meleset sekitar 5 menit dari jadwal yang tertera di tiket pukul 13.25 WIB. Selepas Stasiun Bogor Paledang rangkaian kereta mulai menyisir area pemukiman yang terdapat di wilayah Kota Bogor hingga masuk ke Stasiun Batu Tulis. Selanjutnya, pemukiman mulai berkurang dan berganti dengan tebing di kanan-kiri rel. Setelah itu aliran sungai terdapat di sisi kiri yang dilanjutkan dengan hamparan sawah yang mengiringi perjalanan siang itu. Selain itu, nampak kereta api berjalan di antara kaki gunung. Dari jendela nampak sekali Gunung Salak (2.211 meter di atas permukaan laut/mdpl) dan Gunung Halimun (1.929 mdpl) di sisi kanan dan di sisi kiri terdapat Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Gunung Pangrango (3.019 mdpl). Pemandangan indah ini bisa dinikmati hingga masuk ke Stasiun Gombong. Perjalanan dari Bogor hingga ke Sukabumi berlangsung selema 2,5 jam. Setelah menempuh perjalanan hampir 2,5 jam, KA Pangrango tiba di Stasiun Sukabumi dengan singgah di delapan stasiun, kami tidak turun dari kereta karena perjalanan Sukabumi-Cianjur pun menggunakan rangkaian kereta yang sama, hanya pindah tempat duduk saja.
Stasiun Sukabumi mulai dibangun tahun 1882. Letak stasiun ini terdapat di Jalan Stasiun Barat No. 2, Citamiang, Sukabumi, Jawa Barat, berada pada ketinggian 583 mdpl. Pembukaan Stasiun Sukabumi dilakukan setelah kereta Jakarta-Bogor dibuka. Pada awal pengopersian Stasiun Sukabumi terdapat 12 spoor (jalur) dan menjadi bagian dari perjalanan kereta Jakarta-Jogjakarta. Beberapa spoor digunakan untuk akses kereta barang, menuju gudang. Namun, saat ini tinggal tiga spoor saja yang ada. Stasiun Sukabumi masuk dalam Daop 1 Jakarta.
Ruang petugas perjalanan kereta dan ornamen interior Stasiun Sukabumi.

Perjalanan KA Pangrango dari Stasiun Sukabumi menuju Stasiun Cianjur menjadi bagian akhir dari perjalanan kami sekeluarga. Pada jalur tersebut terdapat sebuah ruas yang sangat terkenal, yaitu terowongan Lampegan. Selepas Stasiun Sukabumi para petugas kereta melakukan tugasnya untuk mengecek tiket semua penumpang. Kesempatan itu saya gunakan untuk bertanya dimana letak terowongan bersejarah tersebut. Petugas tersebut menjelaskan dengan rinci susunan stasiun dari Sukabumi menuju Cianjur dan letak terowongan Lampegan. Jika datang dari arah Bogor-Sukabumi letak terowongan antara Stasiun Cireungas dan Lampegan. Terowongan Lampegan memiliki panjang 686 meter merupakan terowongan pertama dibangun pada pemerintahan Hindia Belanda oleh perusahaan kereta api SS (Staats Spoorwegen) pada 1879 hingga 1882. Setelah peristiwa gempa bumi yang terjadi di wilayah Cianjur menyebabkan tanah longsor maka panjang terowongan saat ini menjadi 415 m.

Menurut Aditya, pemerhati sejarah kereta Indonesia, jalur Sukabumi-Cianjur merupakan bagian jalur utama kereta yang menghubungkan Bogor-Bandung. Jalur ini dibangun tahun 1883-1884 oleh perusahaan kereta Pemerintah Hindia Belanda Staatspoorwagen. Jalur ini menjadi jantung distribusi mengangkut hasil bumi teh, kopi, dan kina ke pelabuhan di Batavia. Jalur ini menjadi jalur utama kereta dari Jakarta-Bogor-Bandung sebelum jalur Cikampek selesai dibangun tahun 1906.
(Ke Cianjur-Sukabumi dengan Ular Besi; Kompas.com) 
Menurut penduduk setempat, nama terowongan berasal dari bahasa percakapan orang Belanda ketika kereta api memasuki terowongan. Setiapkali ada kereta yang akan masuk ke dalam terowongan, baik dari arah Cianjur maupun Sukabumi, kondektur spoor selalu meneriakan ‘steek Lampen aan’ yang berarti nyalakan lampu. Oleh penduduk setempat yang beretnis Sunda terdengar seperti kata lampegan.



Setelah 1 jam perjalanan akhirnya KA Pangrango memasuki Stasiun Cianjur. Stasiun yang terletak di Jalan Yulius Usman, Cianjur, berada di pusat wilayah Kabupaten Cianjur.
Stasiun Cianjur merupakan stasiun yang dibangun oleh SS (Staat Spoorwegen) pada tahun 1884 bersamaan selesainya pembangunan jalur kereta tahap kedua dan diawalinya pembangunan jalur kereta tahap ketiga.
Pembangunan tahap pertama adalah jaringan rel kereta api dari Batavia ke Bogor pada 1873. Kemudian tahap kedua antara 1881 sampai 1883, dibangun rel kereta dari Bogor ke Cicurug, dari Batavia ke Cianjur, dan Cianjur ke Sukabumi. Sedangkan Cianjur menuju Bandung mulai dibangun satu tahun sesudahnya atau pada 1884, dan kemudian terus menuju Surabaya, Jogja, dan Cilacap.
Jalur di Cianjur dibuat dengan alasan posisi Kabupaten Cianjur yang pada saat itu menjadi ibukota Karisidenan Priangan. Apalagi banyak kebon kopi dan teh, sehingga distribusinya lebih mudah menggunakan kereta untuk dikirimkan ke pelabuhan Batavia atau Jakarta.
Kami menyempatkan untuk berfoto ria di area stasiun. Selanjutnya dari stasiun kami keluar ke arah kanan dengan berjalan kaki ke arah Jalan Moch. Ali. Sesampainya di Jalan Moch. Ali, kami belok ke kiri kemudian menyusuri jalan hingga ketemua perempatan antara Jl. Moch Ali, Jl. Mangusarkoro, dan Jl. Siti Jenab. Aplikasi waze membantu kami dalam menyusuri jalan di pusat Kabupaten Cianjur, perjalanan dilanjutkan ke arah Jl. Siti Jenab dengan tujuan Masjid Agung Cianjur. Letak masjid tersebut yang merupakan bagian dari sejarah kehidupan masyarakat Cianjur berseberangan dengan Kantor Bupati Cianjur dan Kantor Pos Cianjur. Setelah bersitirahat sejenak untuk melihat ketiga bangunan bersejarah, kami melanjutkan dengan naik angkot menuju tempat kami bermalam yang terletak di Jl. dr. Muwardi yang terkenal dengan jalan by pass. Berdasarkan info yang diberikan rekan kantor istri saya, penginapan kami konsepnya bed & breakfast. Green Costel merupakan penginapan baru, info itu kami dapatkan dari sesama penumpang angkot yang sempat ditanyakan oleh istri saya. Anak-anak merasa nyaman dengan suasana kamar yang tidak terlalu luas, bersih, interior minimalis, dan kamar mandi yang bersih.


Stasiun Cianjur tampak dari depan, merupakan bangunan bersejarah yang terdapat di pusat Kabupaten Cianjur.

Bermalamlah kami di Cianjur untuk menikmati malam pergantian tahun Hijriah. Kebersamaan seperti ini yang ingin kami pertahankan. Bukan hanya mengajak anak-anak untuk berkunjung ke suatu daerah tetapi juga mendapatkan tambahan pengetahuan dari bangunan bersejarah yang terdapat di daerah tersebut. Semoga di tahun yang akan datang kami masih berkesempatan untuk kembali bermalam di Cianjur.

(Searah jarum jam) 1. Lonceng yang terdapat di Kantor Pemerintahan Kabupaten Cianjur tertera tulisan "BATAVIA 1774". 2. Salah satu menara Masjid Agung Cianjur. 3. Post- en telegraafkantoor te Tjiandjoer. 4. Sate Maranggi dengan bumbu sambal oncom dan nasi kuning salah satu kuliner khas Cianjur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar